ARTIKEL KELOMPOK 2
“ SEMANTIK BAHASA INDONESIA“
DISUSUN
GUNA MEMENUHI TUGAS PERKULIAHAN
MATA
KULIAH BAHASA DAN SASTRA INDONESIA II
DOSEN
PENGAMPU: KISWO, S.Pd.,M.Pd.
DISUSUN
OLEH:
1.
Dimas Widia Asuti
2.
Eki Rian Fasih
3. Mentari Nur Hanifah
PRODI/SEMESTER : PGSD/4
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
ISLAM
BUMIAYU
RAGAM MAKNA DAN RAGAM RELASI
Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa
Indonesia, seringkali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik
antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa
lainnya lagi. Kata-kata di
dalam sebuah bahasa sering kali memiliki hubungan bentuk secara kebetulan
dengan kata lain, padahal masing-masing tidak memperlihatkan hubungan makna.
Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaan makna
(sinonimi), kebalikan makna (antonomi), kegandaan makna (polisemi),
ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi). Dari sekian banyak
hubungan bentuk dan makna yang ada, sejumlah di antaranya memiliki kedudukan
yang sentral di dalam semantik.
Jika dihubungkan dengan makna, ternyata ada kata yang bertentangan maknanya,
hal itu dibahas pada bagian antonimi. Selain itu, ada kata yang berhierarki
yang maknanya masih saling berhubungan, hal itu dibahas pada bagian hiponimi.
Selain kenyataan-kenyataan ini, dalam hubungan makna, ada bentuk yang sama
tetapi maknanya berbeda; sementara ada kata yang bentuknya berbeda-beda tetapi
maknanya sama, dan ada juga kata yang maknanya lebih dari satu. Hal-hal itu
akan dibicarakan pada bagian yang disebut homonimi, sinonimi, dan polisemi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ragam makna
Ada banyak ragam
/ jenis makna yang dikemukakan oleh para ahli linguistic ke semua pendapatitu
tidak memberikan batasan yang sama karena dasar pembagianya menggunakan
kacamata yang berbeda-beda misalnya, Leech (2003) istilah tipe, yaitu makna
konseptual, konotatif, stilistik, afektif, refleksi, kolokatif, dan tematik.
Djajasudarma (1999) mengutip dari beberapa ahli antara lain Bloomfield, palmer,
verhaar, kridalaksana, dan gramatikal, idesional, proposisi, pusat, pictorial,
dan idiomatik.
Materi ini akan
menguraikan empat ragam makna berdasarkan dikotomi makna, yaitu makna leksikal
dan makan gramatikal, makna denoataif dan makna konotatif makna konseptual x
makna asosiatif, dan makna kata umum dan makna kata khusus (Chaer dan Muliastuti 2003).
1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Perhatikan
contoh berikut:
a. Nena makan
biscuit rika
b. Bupati yang lama makan uang rakyat hingga ratusan juta rupiah
c.
Ayah
menyuruh adik membeli amplop
d. Pejabat baru itu sudah mulai menerima amplop dari para pengusaha
e.
Mobil
butut itu sudah sepuluh kali mogok
f. Para buruh berdemo dengan cara mogok makan
g. Bunga
mawar itu sudah layu
h. Rima gadis cantik itu menjadi bunga kampus
Dari
delapan contoh tersebut apa yang dapat anda ltemukan? Kata-kata yang dicetak
miring pada kalimat (a) dan (b), (c) dan (d), (e), (f) dan (g) dan (h)
mempunyai makna yang saling berbeda bukan? Misalkan kata makan pada kalimat (a)
diartikan sebagai memasukan sesuatu ke dalam mulut, mengunyahnya, lalu
menelanya kata amplop dalam kalimat (c) bermakna sampul surat sedangkan kalimat
amplop pada kalimat (d) bermakna uang suap. Kata mogok bermakna tidak mau
berjalan. (bekerja) dan kata bunga pada kalimat (g) adalah jenis bunga
sedangkan kata bunga pada kalimat (h) bermakna mahasiswi tercantik. Berdasarkan
penjelasan contoh tersebut, maka dapat dikatakan bahwa makna leksikal adalah
makna yang sesuai dengan referennya atau sesuai dengan hasil pengamatan
pancaindra kita. Makna tersebut nyata dalam kehidupaan sehari-hari.
Kini
anda tentunya dapat menentukan, mana kata yang bermakna leksikal dan mana yang
bukan. Jadi, kata-kata bercetak miring pada kalimat (a), (c), (e), dan (g)
bermakna leksikal.
Dalam
semantic makna leksikal dibedakan dengan makna gramatikal. Makna gramatikal
adalah makna yang muncul karena proses gramatikal. Proses gramatiakal, meliputi
afiksasi/pengimbuhan, reduplikasi/pengulangan, dan komposisi pemajemukan.
2. Makna denotatif dan makna konotatif
Sebuah kata mempunyai makna
denotatif apabila kata tersebut memiliki nilai rasa positif atau menyenangkan.sebaliknya,
sebuah kata akan mempunyai makna konotatif apabila memiliki nilai rasa negative
atau tidak menyenangkan. Dengan demikian jelas bukan bahwa nilai rasa sebuah
kata dapat membedakan makna.
Untuk lebih jelasnya perhatikan
contoh berikut.
a.
Gadis
cantik itu berbadan langsing
b. Siswa yang berkelompok itu sedang mendiskusikan presiden baru
c. Badanya kerempeng seperti kekerangan gizi
d. Gerombolan
mahasiswa itu memadati jalan utama.
Kalimat yang bermakna denotatif
terdapat dalam kalimat (a) dan (b) sedangkan yang bermakna konotatif terdapat
dalam kalimat (c) dan (d) kata langsing dan berkelompok mempunyai nilai rasa
positif, sedangkan kata kerempeng dan gerombolan mempunyai nilai rasa negatif.
3. Makna konseptual dan makna asosiatif
Makna konseptual adalah makna kata
yang sesuai dengan referennya atau makna yang bebas dari asosiasi apapun. Makna
konseptual sebenarnya sama dengan makna denotatif dan makna leksikal. Sedangkan
makna asosiasi adalah makna sebuah kata yang ada hubunganya dengan kata
tersebut dengan keadaan di luar kebahasaan. Makna asosiasi sebenarnya sama
dengan lambang-lambang yang digunakan oleh masyarakat tertentu. Perbedaan makna
konseptual dengan makna asosiatif di dasarkan pada ada tidaknya hubungan
asosiasi makna sebuah kata dengan makna kata lain.
Misalnya kata wanita atau perempuan
oleh masyarakat di lambangkan sebagai makhluk yang lemah, kata merah sebagai
lambang keberanian, putih sebagai lambang kesucian denga kata lain makna
asosiasi mempunyai hubungan dengan nilai-nilai moral maupun pandangan hidup
masyarakat tertentu. Selain itu, makna asosiatif ini juga berhubungan dengan
nilai rasa. Dengan demikian, makna asosiatif juga termasuk makna konotatif.
Perhatikan contoh berikut.
a. Burung merpatinya keluar dari kadang dan
terbang jauh
b. Nena dan suci sedang menanam bunga
c. Tokoh gatutkaca berotot kawat dan bertulang
besi
d. Anak yang sering tinggal kelas itu
dijuluki teman-temanya si kerbau
4. Makna kata umum dan makna kata khusus
Makna kata umum adalah makna suatu
kata yang bersifat umum, maksudnya makna tersebut digunakan secara umum, makna
kata bersifat umum baru jelas bila berada dalam konteksnya. Sedangkan makna
kata khusus atau istilah adalah makna kata yang sifatnya khusus maksudnya hanya
di gunakan di kalanga ilmu tertentu. Makna khusus biasa disebut dengan istilah. Apabila kata
umum lepas dari konteksnya, makna kata tersebut akan kabur. Sedangkan makna
kata khusus sudah memiliki makna yang pasti dan tetap sehingga tanpa kontekspun
kata khusus tetap jelas misalnya : kata kuping dalam pemakaian bahasa
secara umum berarti indra pendengaran, yang meliputi bagian luar (daun telinga)
dan bagian dalam. Dalam bahasa umum kata telinga berpadanan kata dengan kuping.
Dalam istilah kedokteran, kata kuping dan telinga merupakan dua istlah yang
berbeda. Kuping berarti’ daun telinga. Dalam sepesialisasi kedokteran
kita kenal dengan adanya spesialis THT (telinga-hidung-tenggorokan). Sebagai
ilustrasi, bila daun telinga anda terluka dan perlu pengobatan, anda cukup
pergi kedokter umum, tetapi apabila yang terluka telingga bagian dalam, anda
harus pergi ke spesialis THT.
Walaupun istilah
atau kata khusus hanya di gunakan dalam bidang ilmu tertentu, namun karna
frekuensi pemakaiannya cukup tinggi, istilah tersebut dapat berubah menjadi
kata umum. Misalnya, kata konsemen, deposito, tranfer, imunisasi, akomodasi,
dan lain-lain.
Contoh kata umu dan
kata khusus.
Kata umum
|
Kata khusus
|
Cekatan, jelajah, dermawan, ilustrasi, moto, stasiun,
tempayan, upah, wahana.
|
Atmosfer, bejana, ekuivalen,fibrasi, gempa, hara,
klien, negoisasi, opname, penalti, regresi, parable, xenia, yoga, akat.
|
B.
Relasi Makna
Relasi makna atau
hubungan makna adalah hubungan kemaknaan antara sebuah kata, frase, klausa atau
kalimat dengan kata, frase, klausa, atau kalimat lainnnya. Hubungan tersebut
berbentuk sinonim, antonim, homonim, homofon, homograf, polisemi dan hiponim.
1. Sinonim dan Antonim
a. Sinonim
Kata sinonim berasal dari bahasa kuno onomo yang
berarti ‘nama’ dan syn yang berarti’dengan’. Sinonim dapat berarti
memiliki makna yang sama atau hampir sama dengan sering, tetapi tidak selalu
dapat saling menggantikan dalam kalimat (Yudi Cahyono, 1995: 208 ). Sinonim
juga lazim disebut dengan istilah padanan kata. Menurut verhaar dalam
muliastuti ( 2003: 2.2 ) sinonim merupakan ungkapan ( dapat berupa kata, frase
atau kalimat ) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain.
Pengertian kesamaan makna tersebut tidak harus sama secara utuh. Sebuah kata
yang digunakan dalam kalimat tertentu belum tentu cocok digunakan dalam klimat
lain. Misalnya kata mati dan tewas.
1)
Ayam piaraannya mati semua.
2)
Keluarganya tewas dalam musibah tanah longsor.
Kata mati dalam
kalimat ( 1 ) tidak cocok digunakan dalam kalimat (2), begitu sebaliknya kata tewas
tidak cocok digunakan dalam kalimat
(1). Kata mati digunakan untuk
mengacu pada makhluk yang sudah tidak bernyawa, seperti : manusia, binatang,
dan tanaman. Sedangkan kata tewas digunakan untuk mengacu pada makna ‘tak
bernyawa’. Yang terjadi dalam peperangan,bencana, dan kecelakaan. Contoh lain
yang terjadi dalam kecelakaan adalah kata berkaca dan bercermin dalam kalimat :
3)
Mobil barunya berkaca gelap.
4)
Wina sedang bercermin dikamarnya.
Kata berkaca dalam
kalimat (3) dapat dan cocok dalam kalimat (4), tetapi kata bercermin tidak
cocok digunakan dalam kalimat (3).
Ketidakcocokan
penggunaan kata dalam kalimat yang lain sesuai dengan prinsip dalam semantik
yang bunyinya bahwa apabila bentuk berbeda maka makna nyapun akan berbeda.
Selain karna perbedan bentuk, ada beberapa faktor yang menyebabkan kata-kata
yang bersinonim tidak selalu dapat menggantikan, yaitu :
1)
Pebedaan waktu
Contoh : kata hulubalang
bersinonim dengan komandan.
Kata hulubalang hanya
cocok digunakan dalam situasi masa lampau, sedangkan kata komandan cocok
digunakan dalam situasi saat ini.
2)
Perbedaan daerah atau tempat
Contoh : kata lu
bersinonim dengan kata kamu.
Kata lu hanya
digunkan di daerah betawi/jakarta, sedangkan kata kamu dapat digunakan
secara umum.
3)
Sosial
Contoh : kata aku
bersinonim dengan kata saya.
Kata aku digunakan
dalam percakapan antara teman sebaya yang setatus sosialnya sejajar, sedangkan
kata saya digunakan dalam percakapan dengan orang yang lebih tua usianya
atau lebih tinggi kedudukan sosialnya.
4)
Nuansa Makna
Contoh : kata mengambil
bersinonim dengan merampas.
Kata mengambil mempunyai
nuansa makna yang lebih halus dari pada merampas. Kata merampas hanya
cocok untuk kegiatan mengambil sesuatu dengan cara paksa.
b. Anonim
Kata anonim yang lazim disebut lawan kata berasal dari
bahasa yunani kuno onoma yang
berarti ‘nama’ dan anti yang berarti ‘melawan’. Secara harfiah berarti’
nama lain untuk benda lain’. Menurut verhaar, antonim adalah ungkapan (
biasanya berupa kata , tetapi dapat juga berupa frase atau kalimat ) yang
dianggap bermakna kebaikan dari ungkapan lain. Antonim juga disebut dengan
istilah oposisi makna. Ada beberapa jenis oposisi makna , yaitu : oposisi
mutlak, oposisi kutub , oposisi hubungan , oposisi hierarki , dan oposisi
majemuk.
1)
Oposisi mutlak
Kata-kata yang
beroposisi adalah kata-kata yang memiliki pertentangan secara mutlak .
Contoh: laki-laki
dengan perempuan
Hidup dengan mati
Laki-laki pasti
bukan perempuan, dan perempuan pasti bukan laki-laki. Bila hidup pasti tidak
mati, dan bila mati pasti tidak hidup .
2)
Oposisi kutub
Kata-kata yang
beroposisi kutub adalah kata-kata yang bertentangannya tidak mutlak.
Contoh: pandai dengan bodoh
Tinggi dengan
rendah
Pertentangan
tersebut tidak mutlak karena diantara pandai dan bodoh ada agak pandai, agak
bodoh, sangat pandai dan sangat bodoh. Diantara tinggi dan rendah ada agak
tinggi, agak rendah, sangat tinggi, sangat rendah.
3)
Oposisi hubungan
Kata-kata yang
beroposisi hubungan adalah kata-kata yang bertentangannya
Saling berhubungan.
Maksudnya, kehadiran satu kata mengakibatkan munculnya kata lain yang mempunyai
hubungan.
Contoh : dosen dengan
mahasiswa
Penjual dengan pembeli.
Kata dosen muncul
karena ada kata mahasiswa, begitu sebaliknya, kata mahsiswa muncul karena
adanya dosen. Kata penjual muncul karena ada kata pembeli, begitu juga kata
pembeli muncul karena ada kata penjual .
4)
Oposisi hierarki
Kata-kata yang
beroposisi hierarki adalah kata-kata yang berupa nama satu ukuran (
berat,panjang,dan isi), nama satuan hitungan, penanggalan, nama jenjang
kepangkatan, dan sebaliknya.
Contoh: gram dengan
kuintal
Sersan dengan jenderal
5)
Oposisi majemuk
Kata-kata yang beroposisi majemuk adalah kata-kata yang
tidak hanya beroposisi dengan satu kata, tetpi dengan dua buah kata atau lebih.
Ccontoh : jelek dengan baik,
bagus,cantik,manis.
2. Homonim, Homofon, Homograf, dan
Polisemi
Kata Homonim berasal dari bahasa yunani kuno onoma yang
berarti ‘kata’ dan homos yang berarti’sama’. Secara harfiah homonim berarti,
kata yang sama lafal dan ejaannya, tetapi berbeda maknanya.
Contoh:
Hak asasi manusia
Hak sepatu wanita
Bisa ular belang itu sangat berbahaya
Dia pasti bisa melakukannya
Homofon adalah kata yang sama lafalnya, tetapi berbeda
ejaan dan maknanya.
Contoh :
Masa dan massa
Sanksi dan sangsi
Homograf adalah kata yang sama ejaannya tetapi lafal dan
maknanya berbeda.
Contoh :
Mobil sedan pak bupati berwarna merah
Anak laki-laki kecil itu menangis sedu-sedau.
Polisemi
Polisemi adalah satuan bahasa ( terutama kata atau frase
) yang memiliki makna lebih dari satu.
Contoh :
(1)
Mangga arumanis yang bergelantungan itu sudah matang.
(2)
Adiknya berusia 25 tahun, sudah matang untuk menikah.
Kata matang pada kalimat (1) bermakna sudah tua dan sudah
waktunya untuk di petik pada kalimat (2), kata matang mempunnyai arti sudah
dewasa. Dengan demikian kata matang memiliki makna lebih dari satu, dan makna
tersebut masih berdekatan.
Menurut Pateda, terjadi polisemi karena beberapa faktor
1)
Faktor gramatikal
Contoh : dengar
Kata dengar yang
dapat berubah makna menjadi alat untuk mendengarkan jika bergabung dengan
imbuhan pe-an, dan dapat pula bermakna orang yang mendengarkan jika bergabung
dengan awalan pe-.
2)
Faktor lesikal, dapat bersumber dari :
a)
Sebuah kata mengalami perubahan pemakaian dalam bahasa yang mengakibatkan
munculnya makna baru.
Contoh : mogok
Kata mogok yang
artinya tidak dapat berjalan atau (bekerja) sebagaimana biasanya (tentang
kendaraan), namun sekarang berkembang menjadi mogok kerja, mogok makan,
mogok belajar,.
b)
Digunakan pada lingkungan yang berbeda
Contoh : oprasi
Kata oprai di
dunia kedokteran bermakna melakukan pengobatan penyakit dengan membedah bagian
tubuh, sedangkan di lingkungan pelaku kejahatan, bermakna sedang melakukan
kejahatan (mencopet, menodong).
c)
Karena metafora
Contoh : kaki
mermakna anggota badan yang menopang tubuh dan dipakai untuk berjalan. Kata
tersebut digunakan sebagai metafora menjadi kaki bukit, kaki rumah.
3)
Faktor pengaruh bahasa asing
Contoh : item
Kata item sudah
sering digunakan sebagai pengganti kata butir.i
4)
Faktor pemakaian bahasa yang ingin menghemat penggunaan kata
5)
Faktor bahasa itu sendiri yang terbuka untuk menerima perubahan, baik
perubahan bentuk maupun perubahan makna.
3. Hiponim
Kata hiponim berasal dari bahasa Yunani kuno onoma
yang berasal dari hypo yang berarti ‘di bawah’. Dalam kamus
linguistik hiponim berarti hubungan antara makna sfesifik dan makna generik
atau antara anggota taksonomi, misalnya anjing, kucing dan kambing merupakan
hiponim dari hewan. Secara semantis hiponim dapat di definisikan sebagai
ungkapan (kata, frase, atau kalimat) yang maknanya di anggap merupakan bagian
dari makna ungkapan lain.
Kata mangga, rambutan, durian, jambu merupakan
hiponim dari buah. Bila nama-nama itu tersebut, kita sudah tau bahwa nama-nama
tersebut adalah nama buah-buahan. Kata buah merupakan superordinat dari mangga,
rambutan, durian, dan jambu. Sebuah hiponim dapat menjadi superordinat dari
hiponim di bawahnya. Misanlnya :
Biru tua biru muda biru benhur
Kata biru merupakan
hiponim dari warna, tetapi biru juga dapat merupakan superprdinat dari biru
tua, biru muda, biru benhur. Dengan demikian, sebuah kata akan merupakan
hiponim atau superordinat bergantung pada tingkatan hubungan kata tersebut
sifatnya lebih umum, kata tersebut superprdinat, tetapi apabila bersifat lebih
khusus, termasuk hiponim.
Hiponim mempunyai
hubungan transitif, maksudnya, bila A hiponim dari B, dan B hiponim dari C maka
A merupakan hiponim dari C. Misalnya bila biru muda merupakan hiponim
dari biru muda juga hiponim dari warna.
Kata merah, jingga,
dan abu-abu merupakan hiponim dari warna, sehingga untuk menyebut kata-kata
tersebut tidak perlu menggunakan kata warna, misalnya warna merah warna jingga,
dan warna abu-abu, tetapi cukup merah, jingga, dan abu-abu.
Materi bagian akhir
dari kegiatan belajar ini telah anda pahami, bukan untuk memperkaya wawasan
anda terhadap uraian materi relaksi makna.
Dalam Verhaar (2010
: 13) semantik adalah cabang linguistik
yang membahas arti atau makna Contoh jelas dari perian atau “deskripsi”
semantik adalah leksikografi: masing-masing leksem diberi perian artinya atau
maknanya: perian semantis. Di pihak lain, semantik termasuk tata bahasa juga
contohnya : adalah morfologi dalam bentuk (inggris) un-comfort-able, morfem
un jelas mengandung arti “tidak” uncomfortable artinya sama
dengan notcomfortable demikian pula bentuk indonesia memper-tembal
mengandung morfem memper, yang artinya boleh disebut ‘kausatif”:
maksudnya, mempertebal artinya ‘menyebabkan sesuatu menjadi lebih tebal
(perian makna dalam ilmu linguistik laim dilambangkan dengan mengapitnya antara
tanda petik tunggal).
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada makalah telah diuraikan bahwa
dalam setiap bahasa termasuk bahasa Indonesia sering kali kita temui adanya
hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa
lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi. Jenis-jenis
relasi makna yang dibahas antara lain: sinonimi, antonimi dan oposisi,
homonimi, homofoni, homografi, hiponimi, hipernimi, dan polisemi. Hubungan
makna antara dua buah kata yang bersinonim, berantonim, dan berhomonim memiliki
sifat yang sama, yaitu bersifat dua arah.
Selain kenyataan-kenyataan ini, dalam hubungan
makna, ada bentuk yang sama tetapi maknanya berbeda; sementara ada kata yang
bentuknya berbeda-beda tetapi maknanya sama, dan ada juga kata yang maknanya
lebih dari satu. Dari sekian banyak
hubungan bentuk dan makna yang ada, sejumlah di antaranya memiliki kedudukan
yang sentral di dalam semantik.
DAFTAR PUSTAKA
Verhaar,
J.W.M. 2010. Asas-asas linguistik umum. Yogyakarta : Gadjah Mada University
press.
Rosdiana
Yusi. 2009. Bahasa dan Sastra Indonesia di SD. Jakarta : Universitas
Terbuka.