lirik lagu

Senin, 23 Maret 2015

RELASI MAKNA DAN RAGAM MAKNA


ARTIKEL KELOMPOK 2
“ SEMANTIK BAHASA INDONESIA“

DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS PERKULIAHAN
MATA KULIAH BAHASA  DAN SASTRA INDONESIA II
DOSEN PENGAMPU: KISWO, S.Pd.,M.Pd.





DISUSUN OLEH:

1.      Dimas Widia Asuti
2.      Eki Rian Fasih
3.     Mentari Nur Hanifah

PRODI/SEMESTER : PGSD/4

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
ISLAM BUMIAYU


RAGAM MAKNA DAN RAGAM RELASI
Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, seringkali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi. Kata-kata di dalam sebuah bahasa sering kali memiliki hubungan bentuk secara kebetulan dengan kata lain, padahal masing-masing tidak memperlihatkan hubungan makna. Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna (antonomi), kegandaan makna (polisemi), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi). Dari sekian banyak hubungan bentuk dan makna yang ada, sejumlah di antaranya memiliki kedudukan yang sentral di dalam semantik. 
Jika dihubungkan dengan makna, ternyata ada kata yang bertentangan maknanya, hal itu dibahas pada bagian antonimi. Selain itu, ada kata yang berhierarki yang maknanya masih saling berhubungan, hal itu dibahas pada bagian hiponimi. Selain kenyataan-kenyataan ini, dalam hubungan makna, ada bentuk yang sama tetapi maknanya berbeda; sementara ada kata yang bentuknya berbeda-beda tetapi maknanya sama, dan ada juga kata yang maknanya lebih dari satu. Hal-hal itu akan dibicarakan pada bagian yang disebut homonimi, sinonimi, dan polisemi.
















BAB II
PEMBAHASAN
A. Ragam makna
Ada banyak ragam / jenis makna yang dikemukakan oleh para ahli linguistic ke semua pendapatitu tidak memberikan batasan yang sama karena dasar pembagianya menggunakan kacamata yang berbeda-beda misalnya, Leech (2003) istilah tipe, yaitu makna konseptual, konotatif, stilistik, afektif, refleksi, kolokatif, dan tematik. Djajasudarma (1999) mengutip dari beberapa ahli antara lain Bloomfield, palmer, verhaar, kridalaksana, dan gramatikal, idesional, proposisi, pusat, pictorial, dan idiomatik.
Materi ini akan menguraikan empat ragam makna berdasarkan dikotomi makna, yaitu makna leksikal dan makan gramatikal, makna denoataif dan makna konotatif makna konseptual x makna asosiatif, dan makna kata umum dan makna kata khusus  (Chaer dan Muliastuti 2003).
1.      Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Perhatikan contoh berikut:
a.       Nena makan biscuit rika
b.      Bupati yang lama makan uang rakyat hingga ratusan juta rupiah
c.       Ayah menyuruh adik membeli amplop
d.      Pejabat baru itu sudah mulai menerima amplop dari para pengusaha
e.       Mobil butut itu sudah sepuluh kali mogok
f.       Para buruh berdemo dengan cara mogok makan
g.      Bunga mawar itu sudah layu
h.      Rima gadis cantik itu menjadi bunga kampus
Dari delapan contoh tersebut apa yang dapat anda ltemukan? Kata-kata yang dicetak miring pada kalimat (a) dan (b), (c) dan (d), (e), (f) dan (g) dan (h) mempunyai makna yang saling berbeda bukan? Misalkan kata makan pada kalimat (a) diartikan sebagai memasukan sesuatu ke dalam mulut, mengunyahnya, lalu menelanya kata amplop dalam kalimat (c) bermakna sampul surat sedangkan kalimat amplop pada kalimat (d) bermakna uang suap. Kata mogok bermakna tidak mau berjalan. (bekerja) dan kata bunga pada kalimat (g) adalah jenis bunga sedangkan kata bunga pada kalimat (h) bermakna mahasiswi tercantik. Berdasarkan penjelasan contoh tersebut, maka dapat dikatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya atau sesuai dengan hasil pengamatan pancaindra kita. Makna tersebut nyata dalam kehidupaan sehari-hari.
Kini anda tentunya dapat menentukan, mana kata yang bermakna leksikal dan mana yang bukan. Jadi, kata-kata bercetak miring pada kalimat (a), (c), (e), dan (g) bermakna leksikal.
Dalam semantic makna leksikal dibedakan dengan makna gramatikal. Makna gramatikal adalah makna yang muncul karena proses gramatikal. Proses gramatiakal, meliputi afiksasi/pengimbuhan, reduplikasi/pengulangan, dan komposisi pemajemukan.
2.      Makna denotatif dan makna konotatif
Sebuah kata mempunyai makna denotatif apabila kata tersebut memiliki nilai rasa positif atau menyenangkan.sebaliknya, sebuah kata akan mempunyai makna konotatif apabila memiliki nilai rasa negative atau tidak menyenangkan. Dengan demikian jelas bukan bahwa nilai rasa sebuah kata dapat membedakan makna.
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut.
a.      Gadis cantik itu berbadan langsing
b.      Siswa yang berkelompok itu sedang mendiskusikan presiden baru
c.       Badanya kerempeng seperti kekerangan gizi
d.      Gerombolan mahasiswa itu memadati jalan utama.
Kalimat yang bermakna denotatif terdapat dalam kalimat (a) dan (b) sedangkan yang bermakna konotatif terdapat dalam kalimat (c) dan (d) kata langsing dan berkelompok mempunyai nilai rasa positif, sedangkan kata kerempeng dan gerombolan mempunyai nilai rasa negatif.
3.      Makna konseptual dan makna asosiatif
Makna konseptual adalah makna kata yang sesuai dengan referennya atau makna yang bebas dari asosiasi apapun. Makna konseptual sebenarnya sama dengan makna denotatif dan makna leksikal. Sedangkan makna asosiasi adalah makna sebuah kata yang ada hubunganya dengan kata tersebut dengan keadaan di luar kebahasaan. Makna asosiasi sebenarnya sama dengan lambang-lambang yang digunakan oleh masyarakat tertentu. Perbedaan makna konseptual dengan makna asosiatif di dasarkan pada ada tidaknya hubungan asosiasi makna sebuah kata dengan makna kata lain.
Misalnya kata wanita atau perempuan oleh masyarakat di lambangkan sebagai makhluk yang lemah, kata merah sebagai lambang keberanian, putih sebagai lambang kesucian denga kata lain makna asosiasi mempunyai hubungan dengan nilai-nilai moral maupun pandangan hidup masyarakat tertentu. Selain itu, makna asosiatif ini juga berhubungan dengan nilai rasa. Dengan demikian, makna asosiatif juga termasuk makna konotatif.
Perhatikan contoh berikut.
a.       Burung merpatinya keluar dari kadang dan terbang jauh
b.      Nena dan suci sedang menanam bunga
c.       Tokoh gatutkaca berotot kawat dan bertulang besi
d.      Anak yang sering tinggal kelas itu dijuluki teman-temanya si kerbau
4.      Makna kata umum dan makna kata khusus
Makna kata umum adalah makna suatu kata yang bersifat umum, maksudnya makna tersebut digunakan secara umum, makna kata bersifat umum baru jelas bila berada dalam konteksnya. Sedangkan makna kata khusus atau istilah adalah makna kata yang sifatnya khusus maksudnya hanya di gunakan di kalanga ilmu tertentu. Makna khusus biasa disebut dengan istilah. Apabila kata umum lepas dari konteksnya, makna kata tersebut akan kabur. Sedangkan makna kata khusus sudah memiliki makna yang pasti dan tetap sehingga tanpa kontekspun kata khusus tetap jelas misalnya : kata kuping dalam pemakaian bahasa secara umum berarti indra pendengaran, yang meliputi bagian luar (daun telinga) dan bagian dalam. Dalam bahasa umum kata telinga berpadanan kata dengan kuping. Dalam istilah kedokteran, kata kuping dan telinga merupakan dua istlah yang berbeda. Kuping berarti’ daun telinga. Dalam sepesialisasi kedokteran kita kenal dengan adanya spesialis THT (telinga-hidung-tenggorokan). Sebagai ilustrasi, bila daun telinga anda terluka dan perlu pengobatan, anda cukup pergi kedokter umum, tetapi apabila yang terluka telingga bagian dalam, anda harus pergi ke spesialis THT.
Walaupun istilah atau kata khusus hanya di gunakan dalam bidang ilmu tertentu, namun karna frekuensi pemakaiannya cukup tinggi, istilah tersebut dapat berubah menjadi kata umum. Misalnya, kata konsemen, deposito, tranfer, imunisasi, akomodasi, dan lain-lain.
Contoh kata umu dan kata khusus.
Kata umum
Kata khusus
Cekatan, jelajah, dermawan, ilustrasi, moto, stasiun, tempayan, upah, wahana.
Atmosfer, bejana, ekuivalen,fibrasi, gempa, hara, klien, negoisasi, opname, penalti, regresi, parable, xenia, yoga, akat.

B.     Relasi Makna
Relasi makna atau hubungan makna adalah hubungan kemaknaan antara sebuah kata, frase, klausa atau kalimat dengan kata, frase, klausa, atau kalimat lainnnya. Hubungan tersebut berbentuk sinonim, antonim, homonim, homofon, homograf, polisemi dan hiponim.
1.      Sinonim dan Antonim
a.       Sinonim
Kata sinonim berasal dari bahasa kuno onomo yang berarti ‘nama’ dan syn yang berarti’dengan’. Sinonim dapat berarti memiliki makna yang sama atau hampir sama dengan sering, tetapi tidak selalu dapat saling menggantikan dalam kalimat (Yudi Cahyono, 1995: 208 ). Sinonim juga lazim disebut dengan istilah padanan kata. Menurut verhaar dalam muliastuti ( 2003: 2.2 ) sinonim merupakan ungkapan ( dapat berupa kata, frase atau kalimat ) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Pengertian kesamaan makna tersebut tidak harus sama secara utuh. Sebuah kata yang digunakan dalam kalimat tertentu belum tentu cocok digunakan dalam klimat lain. Misalnya kata mati dan tewas.
1)      Ayam piaraannya mati semua.
2)      Keluarganya tewas dalam musibah tanah longsor.
Kata mati dalam kalimat ( 1 ) tidak cocok digunakan dalam kalimat (2), begitu sebaliknya kata tewas  tidak cocok digunakan dalam kalimat (1). Kata mati  digunakan untuk mengacu pada makhluk yang sudah tidak bernyawa, seperti : manusia, binatang, dan tanaman. Sedangkan kata tewas digunakan untuk mengacu pada makna ‘tak bernyawa’. Yang terjadi dalam peperangan,bencana, dan kecelakaan. Contoh lain yang terjadi dalam kecelakaan adalah kata berkaca  dan bercermin   dalam kalimat :
3)      Mobil barunya berkaca gelap.
4)      Wina sedang bercermin dikamarnya.
Kata berkaca dalam kalimat (3) dapat dan cocok dalam kalimat (4), tetapi kata bercermin tidak cocok digunakan dalam kalimat (3).
Ketidakcocokan penggunaan kata dalam kalimat yang lain sesuai dengan prinsip dalam semantik yang bunyinya bahwa apabila bentuk berbeda maka makna nyapun akan berbeda. Selain karna perbedan bentuk, ada beberapa faktor yang menyebabkan kata-kata yang bersinonim tidak selalu dapat menggantikan, yaitu :
1)      Pebedaan waktu
Contoh : kata hulubalang bersinonim dengan komandan.
Kata hulubalang hanya cocok digunakan dalam situasi masa lampau, sedangkan kata komandan cocok digunakan dalam situasi saat ini.
2)      Perbedaan daerah atau tempat
Contoh : kata lu bersinonim dengan kata kamu.
Kata lu hanya digunkan di daerah betawi/jakarta, sedangkan kata kamu dapat digunakan secara umum.
3)      Sosial
Contoh : kata aku bersinonim dengan kata saya.
Kata aku digunakan dalam percakapan antara teman sebaya yang setatus sosialnya sejajar, sedangkan kata saya digunakan dalam percakapan dengan orang yang lebih tua usianya atau lebih tinggi kedudukan sosialnya.
4)      Nuansa Makna
Contoh : kata mengambil bersinonim dengan merampas.
Kata mengambil mempunyai nuansa makna yang lebih halus dari pada merampas. Kata merampas hanya cocok untuk kegiatan mengambil sesuatu dengan cara paksa.
b.      Anonim
Kata anonim yang lazim disebut lawan kata berasal dari bahasa yunani kuno onoma  yang berarti ‘nama’ dan anti yang berarti ‘melawan’. Secara harfiah berarti’ nama lain untuk benda lain’. Menurut verhaar, antonim adalah ungkapan ( biasanya berupa kata , tetapi dapat juga berupa frase atau kalimat ) yang dianggap bermakna kebaikan dari ungkapan lain. Antonim juga disebut dengan istilah oposisi makna. Ada beberapa jenis oposisi makna , yaitu : oposisi mutlak, oposisi kutub , oposisi hubungan , oposisi hierarki , dan oposisi majemuk.
1)      Oposisi mutlak
Kata-kata yang beroposisi adalah kata-kata yang memiliki pertentangan secara mutlak .
Contoh: laki-laki  dengan perempuan
              Hidup dengan mati
Laki-laki pasti bukan perempuan, dan perempuan pasti bukan laki-laki. Bila hidup pasti tidak mati, dan bila mati pasti tidak hidup .
2)      Oposisi kutub
Kata-kata yang beroposisi kutub adalah kata-kata yang bertentangannya tidak mutlak.
Contoh:  pandai  dengan bodoh
              Tinggi   dengan  rendah
Pertentangan tersebut tidak mutlak karena diantara pandai dan bodoh ada agak pandai, agak bodoh, sangat pandai dan sangat bodoh. Diantara tinggi dan rendah ada agak tinggi, agak rendah, sangat tinggi, sangat rendah.
3)      Oposisi hubungan
Kata-kata yang beroposisi hubungan adalah kata-kata yang bertentangannya
Saling berhubungan. Maksudnya, kehadiran satu kata mengakibatkan munculnya kata lain yang mempunyai hubungan.
Contoh : dosen dengan mahasiswa
              Penjual  dengan pembeli.
Kata dosen muncul karena ada kata mahasiswa, begitu sebaliknya, kata mahsiswa muncul karena adanya dosen. Kata penjual muncul karena ada kata pembeli, begitu juga kata pembeli muncul karena ada kata penjual .
4)      Oposisi hierarki
Kata-kata yang beroposisi hierarki adalah kata-kata yang berupa nama satu ukuran ( berat,panjang,dan isi), nama satuan hitungan, penanggalan, nama jenjang kepangkatan, dan sebaliknya.
Contoh: gram dengan  kuintal
            Sersan dengan jenderal
5)      Oposisi majemuk
Kata-kata yang beroposisi majemuk adalah kata-kata yang tidak hanya beroposisi dengan satu kata, tetpi dengan dua buah kata atau lebih.
Ccontoh : jelek dengan baik, bagus,cantik,manis.
2.      Homonim, Homofon, Homograf, dan Polisemi
Kata Homonim berasal dari bahasa yunani kuno onoma yang berarti ‘kata’ dan homos yang berarti’sama’. Secara harfiah homonim berarti, kata yang sama lafal dan ejaannya, tetapi berbeda maknanya.
Contoh:
Hak asasi manusia
Hak sepatu wanita

Bisa ular belang itu sangat berbahaya
Dia pasti bisa melakukannya

Homofon adalah kata yang sama lafalnya, tetapi berbeda ejaan dan maknanya.
Contoh :
Masa dan massa
Sanksi dan sangsi

Homograf adalah kata yang sama ejaannya tetapi lafal dan maknanya berbeda.
Contoh :
Mobil sedan pak bupati berwarna merah
Anak laki-laki kecil itu menangis sedu-sedau.
Polisemi
Polisemi adalah satuan bahasa ( terutama kata atau frase ) yang memiliki makna lebih dari satu.
Contoh :
(1)   Mangga arumanis yang bergelantungan itu sudah matang.
(2)   Adiknya berusia 25 tahun, sudah matang untuk menikah.
Kata matang pada kalimat (1) bermakna sudah tua dan sudah waktunya untuk di petik pada kalimat (2), kata matang mempunnyai arti sudah dewasa. Dengan demikian kata matang memiliki makna lebih dari satu, dan makna tersebut masih berdekatan.
Menurut Pateda, terjadi polisemi karena beberapa faktor
1)      Faktor gramatikal
Contoh : dengar
Kata dengar yang dapat berubah makna menjadi alat untuk mendengarkan jika bergabung dengan imbuhan pe-an, dan dapat pula bermakna orang yang mendengarkan jika bergabung dengan awalan pe-.
2)      Faktor lesikal, dapat bersumber dari :
a)      Sebuah kata mengalami perubahan pemakaian dalam bahasa yang mengakibatkan munculnya makna baru.
Contoh : mogok
Kata mogok yang artinya tidak dapat berjalan atau (bekerja) sebagaimana biasanya (tentang kendaraan), namun sekarang berkembang menjadi mogok kerja, mogok makan, mogok belajar,.
b)      Digunakan pada lingkungan yang berbeda
Contoh : oprasi
Kata oprai di dunia kedokteran bermakna melakukan pengobatan penyakit dengan membedah bagian tubuh, sedangkan di lingkungan pelaku kejahatan, bermakna sedang melakukan kejahatan (mencopet, menodong).
c)      Karena metafora
Contoh : kaki mermakna anggota badan yang menopang tubuh dan dipakai untuk berjalan. Kata tersebut digunakan sebagai metafora menjadi kaki bukit, kaki rumah.
3)      Faktor pengaruh bahasa asing
Contoh : item
Kata item sudah sering digunakan sebagai pengganti kata butir.i
4)      Faktor pemakaian bahasa yang ingin menghemat penggunaan kata
5)      Faktor bahasa itu sendiri yang terbuka untuk menerima perubahan, baik perubahan bentuk maupun perubahan makna.
3.      Hiponim
Kata hiponim berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang berasal dari hypo yang berarti ‘di bawah’. Dalam kamus linguistik hiponim berarti hubungan antara makna sfesifik dan makna generik atau antara anggota taksonomi, misalnya anjing, kucing dan kambing merupakan hiponim dari hewan. Secara semantis hiponim dapat di definisikan sebagai ungkapan (kata, frase, atau kalimat) yang maknanya di anggap merupakan bagian dari makna ungkapan lain.
Kata mangga, rambutan, durian, jambu merupakan hiponim dari buah. Bila nama-nama itu tersebut, kita sudah tau bahwa nama-nama tersebut adalah nama buah-buahan. Kata buah merupakan superordinat dari mangga, rambutan, durian, dan jambu. Sebuah hiponim dapat menjadi superordinat dari hiponim di bawahnya. Misanlnya :
                                                            Warna                         

                               Biru        merah           putih            coklat

                       Biru tua         biru muda       biru benhur
Kata biru merupakan hiponim dari warna, tetapi biru juga dapat merupakan superprdinat dari biru tua, biru muda, biru benhur. Dengan demikian, sebuah kata akan merupakan hiponim atau superordinat bergantung pada tingkatan hubungan kata tersebut sifatnya lebih umum, kata tersebut superprdinat, tetapi apabila bersifat lebih khusus, termasuk hiponim.
Hiponim mempunyai hubungan transitif, maksudnya, bila A hiponim dari B, dan B hiponim dari C maka A merupakan hiponim dari C. Misalnya bila biru muda merupakan hiponim dari biru muda juga hiponim dari warna.
Kata merah, jingga, dan abu-abu merupakan hiponim dari warna, sehingga untuk menyebut kata-kata tersebut tidak perlu menggunakan kata warna, misalnya warna merah warna jingga, dan warna abu-abu, tetapi cukup merah, jingga, dan abu-abu.
Materi bagian akhir dari kegiatan belajar ini telah anda pahami, bukan untuk memperkaya wawasan anda terhadap uraian materi relaksi makna.
Dalam Verhaar (2010 : 13)  semantik adalah cabang linguistik yang membahas arti atau makna Contoh jelas dari perian atau “deskripsi” semantik adalah leksikografi: masing-masing leksem diberi perian artinya atau maknanya: perian semantis. Di pihak lain, semantik termasuk tata bahasa juga contohnya : adalah morfologi dalam bentuk (inggris) un-comfort-able, morfem un jelas mengandung arti “tidak” uncomfortable artinya sama dengan notcomfortable demikian pula bentuk indonesia memper-tembal mengandung morfem memper, yang artinya boleh disebut ‘kausatif”: maksudnya, mempertebal artinya ‘menyebabkan sesuatu menjadi lebih tebal (perian makna dalam ilmu linguistik laim dilambangkan dengan mengapitnya antara tanda petik tunggal).
















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada makalah telah diuraikan bahwa dalam setiap bahasa termasuk bahasa Indonesia sering kali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi. Jenis-jenis relasi makna yang dibahas antara lain: sinonimi, antonimi dan oposisi, homonimi, homofoni, homografi, hiponimi, hipernimi, dan polisemi. Hubungan makna antara dua buah kata yang bersinonim, berantonim, dan berhomonim memiliki sifat yang sama, yaitu bersifat dua arah.
 Selain kenyataan-kenyataan ini, dalam hubungan makna, ada bentuk yang sama tetapi maknanya berbeda; sementara ada kata yang bentuknya berbeda-beda tetapi maknanya sama, dan ada juga kata yang maknanya lebih dari satu. Dari sekian banyak hubungan bentuk dan makna yang ada, sejumlah di antaranya memiliki kedudukan yang sentral di dalam semantik. 














DAFTAR PUSTAKA
Verhaar, J.W.M. 2010. Asas-asas linguistik umum. Yogyakarta : Gadjah Mada University press.
Rosdiana Yusi. 2009. Bahasa dan Sastra Indonesia di SD. Jakarta : Universitas Terbuka.