MAKALAH
MENJELASKAN
IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM
Disusun
& diajukan guna memenuhi tugas kelompok
Mata
Kuliah : Konsep Dasar PAI
Dosen
Pengampu : Lili Hidayati, M.Pd.i
Oleh
:
1.
Fian Dwi Lesmono (40213148)
2.
Mentari Nur Hanifah (402131
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
BUMIAYU
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama,
menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah
yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada
sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan
landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan. Ini bukan
berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan,
melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan
yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang
bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua,
menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi
pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah
yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme)
seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya
pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah
Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam.
Sebaliknya jika suatu aspek iptek dan telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak
boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat
untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh
perdaban barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai
penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan
oleh perkembangan iptek modern membuat orang lalu mengagumi dan meniru- niru
gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis trhadap segala dampak
negatif yang diakibatkanya.
B. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian iptek dan seni ?
2.
Untuk mengetahui kewajiban dan keutamaan menuntut ilmu dalam islam ?
3.
Untuk mengetahui tanggung jawab ilmuwan terhadap alam dan lingkungan ?
4.
Untuk mengetahui
kedudukan akal, wahyu, dan ilmu pengetahuan dalam islam ?
C. Rumusan Masalah
1.
Menjelaskan pengertian iptek dan seni.
2.
Menjelaskan kewajiban dan keutamaan menuntut ilmu dalam islam.
3.
Menjelaskan tanggung jawab ilmuwan terhadap alam dan
lingkungan.
4.
Menjelaskan kedudukan
akal, wahyu, dan ilmu pengetahuan dalam islam.
BAB
II
PEMBAHASAAN
A.
Pengertian IPTEK dan Seni
Iptek Menurut Islam
Peran Islam dalam perkembangan iptek adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan
standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah islam)
wajib dijadikan tolok ukur dan pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya.
Iptek yang boleh dimanfaatkan adalah yang telah dihalalkan oleh
syariah islam. Sedangkan Iptek yang tidak boleh dimanfaatkan adalah yang telah
diharamkan. Akhlak yang baik muncul dari keimanan dan ketakwaan kepada Allah
SWT sumber segala kebaikan, Keindahan, dan Kemuliaan. Keimanan dan ketaqwaan
kepada Allah SWT hanya akan muncul bila diawali dengan pemahaman
ilmu pengetahuan dan pengenalan terhadap Tuhan Allah SWT dan terhadap alam
semesta sebagai tajaliyat (manifestasi) sifat-sifat KeMahaMuliaan, Kekuasaan
dan Keagungan-Nya.
Islam sebagai agama penyempurna dan paripurna bagi kemanusiaan,sangat
mendorong dan mementingkan umatnya untuk mempelajari, mengamati, memahami dan
merenungkan segala kejadian di alam semesta. Dengan kata lain Islam sangat
mementingkan pengembangan ilmu pengetahuandan teknologi. Berbeda dengan
pandangan Barat yang melandasi pengembangan Ipteknya hanya untuk mementingkan
duniawi, maka Islam mementingkan penguasaan Iptek untuk menjadi sarana ibadah
atau pengabdian Muslim kepada Allah SWT dan mengembang amanat Khalifatullah
(wakil/mandataris Allah) di muka bumi untuk berkhidmat kepada manusia dan
menyebarkan rahmat bagi seluruh alam. Ada lebih dari 800 ayat dalam
Al-Quran yang mementingkan proses perenungan, pemikiran, dan
pengamatan tehadap berbagai gejala alam, untuk di tafakuri dan menjadi bahan
dzikir kepada Allah.
Bila ada pemahaman atau tafsiran ajaran agama Islam yang menentang fakta
ilmiah, maka kemumgkinan yang salah adalah pemahaman dan tafsiran terhadap
ajaran agama tersebut. Bila ada ilmu pengetahuan yang menentang prinsip pokok
ajaran agama Islam maka yang salah adalah tafsiran filosofis atau paradigma
materialisme yang beradadi balik wajah ilmu pengetahuan modern tersebut. Karena
alam semesta yang dipelajari melalui ilmu pengetahuan dan ayat-ayat suci Tuhan(
Al-Quran) dan Sunnah Rasulullah SAW yang di pelajari melalui agama adalah
sama-sama ayat (tanda-tanda dan perwujudan ) Allah SWT, maka tidak mungkin satu
sama lain saling bertentangan dan bertolak belakang, karena keduanya
berasal dari satu sumber sama, Allah Yang Maha Pencipta dan Pemelihara seluruh
Alam Semesta.
Pengertian Seni
Dalam bahasa
Sanskerta, kata seni disebut cilpa. Sebagai kata sifat, cilpa berarti berwarna,
dan kata jadiannya su-cilpa berarti dilengkapi dengan bentuk-bentuk yang indak
atau dihiasi dengan indah. Sebagai kata benda ia berarti pewarnaan, yang
kemudian berkembang menjadi segala macam kekriaan yang artistik. Cilpacastra
adalah buku atau pedoman bagi para cilpin, yaitu tukang, termasuk didalamnya
apa yang sekarang disebut seniman. Memang dahulu belum ada perbedaan antara
seniman dan tukang. Pemahaman seni adalah yang merupakan ekspresi pribadi belum
ada dan seni adalah ekspresi keindahan masyarakat yang bersifat kolektif. Yang
demikian ini ternyate tidak hanya terdapat di India dan Indonesia. Juga
terdapat di Barat pada masa lampau.
Dalam bahasa
Latin pada abad pertengahan, ada terdapat istilah-istilah ars, artes, dan
artista. Ars adalah teknik atau craftsmanship, yaituketangkasan dan kemahiran
dalam mengerjakan sesuatu; adapun artes berarti kelompok orang-orang yang
memiliki ketangkasan atau kemahiran; artista adalah anggota yang ada didalam
kelompok-kelompok itu. Ars inilah yang kemudian berkembang menjadi I’arte
(italia), I’art (Perancis),Elarte (Spanyol), dan Art (Inggris), dan bersamaan
dengan itu isinyapun berkembang sedikit demi sedikit kearah pengertiaannya yang
sekarang. Tetapi di Eropa ada juga istilah-istilah yang lain, orang Jerman
menyebut seni dengan Kunst dan orang Belanda dengan Kunst, yang berasal dari
kata lain walaupun dengan pengertian yang sama. Bahasa Jerman juga menyebut
dengan istilah die Art yang berarti cara, jalan, atu modus, yang juga dapat
dikembalikan pada asal mula pengertian dan kegiatan seni, namun demikian die
Kunst-lah yang di angkat untuk istilah tersebut.
B.
Kewajiban dan Keutamaan Menuntut Ilmu dalam Islam
Kewajiban Mencari Ilmu
Pada dasarnya kita hidup didunia ini tidak lain adalah untuk beribadah
kepada Allah. Tentunya beribadah dan beramal harus berdasarkan ilmu yang ada di
Al-Qur’an dan Al-Hadist. Tidak akan tersesat bagi siapa saja yang berpegang teguh
dan sungguh-sungguh perpedoman pada Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Disebutkan dalam hadist, bahwasanya ilmu yang wajib dicari seorang muslim
ada 3, sedangkan yang lainnya akan menjadi fadhlun (keutamaan). Ketiga ilmu
tersebut adalah ayatun muhkamatun (ayat-ayat Al-Qur’an yang menghukumi),
sunnatun qoimatun (sunnah dari Al-hadist yang menegakkan) dan faridhotun adilah
(ilmu bagi waris atau ilmu faroidh yang adil).
Dalam sebuah hadist rasulullah bersabda, “ mencari ilmu itu wajib
bagi setiap muslim, dan orang yang meletakkan ilmu pada selain yang ahlinya
bagaikan menggantungkan permata dan emas pada babi hutan.”(HR. Ibnu Majah
dan lainya).
Juga pada hadist rasulullah yang lain,”carilah ilmu walau sampai ke
negeri cina”. Dalam hadist ini kita tidak dituntut mencari ilmu ke cina,
tetapi dalam hadist ini rasulullah menyuruh kita mencari ilmu dari berbagai
penjuru dunia. Walau jauh ilmu haru tetap dikejar.
Dalam kitab “ Ta’limul muta’alim” disebutkan bahwa ilmu yang
wajib dituntut trlebih dahulu adalah ilmu haal yaitu ilmu yang dseketika itu
pasti digunakan dal diamalkan bagi setiap orang yang sudah baligh. Seperti ilmu
tauhid dan ilmu fiqih. Apabila kedua bidang ilmu itu telah dikuasai, baru
mempelajari ilmu-ilmu lainya, misalnya ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan
lainya.
Kadang-kadang orang lupa dalam mendidik anaknya, sehingga lebih
mengutamakan ilmu-ilmu umum daripada ilmu agama. Maka anak menjadi orang yang
buta agama dan menyepelekan kewajiban-kewajiban agamanya. Dalam hal ini orang
tua perlu sekali memberikan bekal ilmu keagamaan sebelum anaknya mempelajari
ilmu-ilmu umum.
Dalam hadist yang lain Rasulullah bersabda, “sedekah yang paling
utama adalah orang islam yang belajar suatu ilmu kemudian diajarkan ilmu itu
kepada orang lain.”(HR. Ibnu Majah).
Maksud hadis diatas adalah lebih utama lagi orang yang mau menuntut ilmu
kemudian ilmu itu diajarkan kepada orang lain. Inilah sedekah yang paling utama dibanding sedekah harta benda. Ini
dikarenakan mengajarkan ilmu, khususnya ilmu agama, berarti menenan amal yang
muta’adi (dapat berkembang) yang manfaatnya bukan hanya dikenyam orang yang
diajarkan itu sendiri, tetapi dapat dinikmati orang lain
Ø Interaksi iman, ilmu dan amal
Dalam pandangan Islam, antara agama, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang terinteraksi ke dalam suatu
sistem yang disebut dinul Islam, didalamnya terkandung tiga unsur pokok yaitu
akidah, syariah, dan akhlak dengan kata lain iman, ilmu dan amal shaleh.Islam
merupakan ajaran agama yang sempurna, karena kesempurnaannya dapat tergambar
dalam keutuhan inti ajarannya. Di dalam al-Qur’an dinyatakan yang artinya
“Tidaklah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat
yang baik (dinul Islam) seperti sebatang pohon yang baik, akarnya kokoh
(menghujam kebumi) dan cabangnya menjulang ke langit, pohon itu mengeluarkan
buahnya setiap muslim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia agar mereka ingat”.
Dari penjelasan tersebut di atas menggambarkan keutuhan antara iman, ilmu
dan amal atau syariah dan akhlak dengan menganalogikan dinul Islam bagaikan
sebatang pohon yang baik. Ini merupakan gambaran bahwa antara iman, ilmu dan
amal merupakan suatu kesatuan yang utuh tidak dapat dipisahkan antara satu sama
lain. Iman diidentikkan dengan akar dari sebuah pohon yang menupang tegaknya
ajaran Islam, ilmu bagaikan batang pohon yang mengeluarkan dahan. Dahan dan
cabang-cabang ilmu pengetahuan. Sedangkan amal ibarat buah dari pohon itu
ibarat dengan teknologi dan seni. IPTEKS yang dikembangkan di atas nilai-nilai
iman dan ilmu akan menghasilkan amal shaleh bukan kerusakan alam.
Keutamaan orang yang berilmu
Orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi
dan mulia di sisi Allah dan masyarakat. Al-Quran menggelari golongan ini dengan
berbagai gelaran mulia dan terhormat yang menggambarkan kemuliaan dan
ketinggian kedudukan mereka di sisi Allah SWT dan makhluk-Nya. Mereka digelari
sebagai “al-Raasikhun fil Ilm” (Al Imran : 7), “Ulul
al-Ilmi” (Al Imran : 18), “Ulul al-Bab” (Al Imran :
190), “al-Basir” dan “as-Sami' “ (Hud :
24), “al-A'limun” (al-A'nkabut : 43),“al-Ulama” (Fatir
: 28), “al-Ahya' “ (Fatir : 35) dan berbagai nama baik dan gelar
mulia lain.
Dalam surat ali Imran ayat ke-18, Allah SWT berfirman: "Allah
menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang- orang yang
berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan
Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana". Dalam
ayat ini ditegaskan pada golongan orang berilmu bahwa mereka
amat istimewa di sisi Allah SWT . Mereka diangkat sejajar dengan para malaikat
yang menjadi saksi Keesaan Allah SWT. Peringatan Allah dan Rasul-Nya
sangat keras terhadap kalangan yang menyembunyikan kebenaran/ilmu, sebagaimana
firman-Nya: "Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa
keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya
kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati pula
oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati." (Al-Baqarah: 159) Rasulullah saw
juga bersabda: "Barangsiapa yang menyembunyikan ilmu, akan
dikendali mulutnya oleh Allah pada hari kiamat dengan kendali dari api
neraka." (HR Ibnu Hibban di dalam kitab sahih beliau. Juga
diriwayatkan oleh Al-Hakim. Al Hakim dan
adz-Dzahabi berpendapat bahwa hadits ini sahih) Jadi
setiap orang yang berilmu harus mengamalkan ilmunya agar ilmu yang ia peroleh
dapat bermanfaat. Misalnya dengan cara mengajar atau mengamalkan pengetahuanya
untuk hal-hal yang bermanfaat.
C.
Tanggung jawab ilmuwan terhadap alam dan lingkungan.
Manusia, sebagaimana makhluk lainnya, memiliki ketergantungan terhadap
alam. Namun, di sisi lain, manusia justru suka merusak alam. Bahkan tak cukup
merusak, juga menhancurkan hingga tak bersisa. Tiap sebentar kita mendengar
berita menyedihkan tentang kerusakan baru yang timbul pada sumber air, gunung
atau laut. Para ilmuwan mengumumkan ancaman meluasnya padang pasir, semakin
berkurangnya hutan, berkurangnya cadangan air minum, menipisnya sumber energi
alam, dan semakin punahnya berbagai jenis tumbuhan dan hewan.
Sayangnya, meski nyata terasa dampak akibat kerusakan tersebut, sebagian
besar manusia sulit menyadarinya. Mereka berdalih apa yang mereka lakukan
adalah demi kepentingan masa depan. Padahal yang terjadi justru sebaliknya;
tragedi masa depan itu sedang berjalan di depan kita. Dan, kitalah sesungguhnya
yang menjadi biang kerok dari tragedi masa depan tersebut. Manusia telah
diperingatkan Allah SWT dan Rasul-Nya agar jangan melakukan kerusakan di bumi.
Namun, manusia mengingkari peringatan tersebut. Allah SWT menggambarkan
situasi ini dalam Al-Qur’an: “Dan bila dikatakan kepada mereka,
‘Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi’, mereka menjawab, ‘Sesungguhnya
kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” (QS Al-Baqarah:11).
Allah SWT juga mengingatkan manusia: “Telah tampak kerusakan di
darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah
merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar)’. Katakanlah, ‘Adakan perjalanan di muka bumi dan
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka
itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).’’ (QS Ar-ruum: 41-42).
Pada masa sekarang pendidikan lingkungan menjadi
mutlak diperlukan. Tujuannya mengajarkan kepada masyarakat untuk menjaga jangan
sampai berbagai unsur lingkungan menjadi hancur, tercemar, atau
rusak. Untuk itu manusia sebagai khalifah di bumi dan sebagai ilmuwan
harus bisa melestarikan alam. Mungkin bisa dengan cara mengembangkan teknlogi
ramah lingkungan, teknologi daur ulang, dan harus bisa memanfaatkan sumber daya
alam dengan bijak.
D.
Pandangan
islam terhadap iptek
Agama
islam banyak memberikan penasehatan mengenai ilmu pengetahuan baik secara nyata
maupun secara tersamar, seperti yang terebut dalam surat al-Mujadalah ayat 11yang artinya: “Alloh akan mengangkat
orang-orang yang beriman diantara kamu sekalian dan yang berilmu pengetahuan
beberapa derajat”. Maksudnya : sama-sama dari kelompok orang yang beriman, maka
Allah masih akan meningkatkan derajat bagi mereka, ialah mereka berilmu
pengetahuan. Dan tersebut juga dalam surat al-Alaq (96), ayat 1 s/d 5 yang
artinya : “ bacalah dengan (menyebut) nama Tuhamu yang menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu lah yang Maha Pemurah. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajarkan kepadamuapa-apa yang tidak
diketahui.
Jelas
bahwa pada prinsipnya kita diperintahkan oleh Allah SWT. Untuk membaca. Dalam
surat ini bukan saja membaca secara harfiah yang tergores di atas dengan
sebagainya. Maka membaca membaca di atas adalah membaca kalam alloh yang
tergores dalam alam semesta, baik berupa fakta-fakta yang kasat mata, maupun
yang tersebut dalam kejadian-kejadian, proses, sebab akibat, sejarah dan
sebagainya. Makna peerintah membaca itu dalam arti luas tanpa marginal,
terkecuali memang yang tidak di perintahkan pleh-Nya, seperti mengenai Zat Allah
dan sebagainya. Dapat dibayangkan betapa piciknya manusia yang tidak dapat
membaca kalam Allah yang maha Luas ini. Karena itu islam itu sebalinya, selalu
menghendaki agar umatnya pandai dan tidak picik.
Orang
berilmu pengetahuan berarti menguasai ilmu dan memliki kemampuan untuk
mendapatkan dan menjelaskannya. Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dipelukan
antara lain adanya sarana tertentu, yakni yang di sebut dengan “berfikir”.
Jelasnya berfikir padasanya merupakan suatu proses untuk untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan. Oleh karna itu, apabila di
dalam al-Quran sering-sering di sebut “berfikir” atau “berfikirlah” dan
sebagainya. Dalam arti langsung maupun dalam arti “sindiran” dapat kita artikan
juga sebagai perintah untuk mencari atau menuasai ilmu pengetahuan. Dalam
al-Quran dan Hadist sangat banyak ayat-ayat yang menerangkan tentang hubungan
antara ajaran islam dan ilmu pengetahuan serta pemanfataan yang kita sebut
iptek. Hubungan tersebut dapat berbentuk semacam perintah yang mewajibkan,
menyuruh mempelajari, pernataan-pernyataan, bahkan ada yang berbentuk
sindiran-sindiran dan sebagainya. Kesemua ituiu tidak lain adalah menggabarkan
betapa eratnya hubungan antara islam dan iptek sebagai hal yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainya. Tegasnya, hubungan antara Islam dan Iptek
adalah sangat inhaerent, era dan menyatu. Demikian juga tiap tindakan keilmuan
atau Iptek, mempunyai tuuan dan niatan (niat). Sebagaimana dijelaskan dimuka
bahwa posisi niat sangat menentukan. Apakah suatu tindakan kegiatan itu
dibenarkan atau tidak, dibolehkan atau
tidak, hanyalah dapat di tentukan atau di tinjau dengan menggunakan
parameter tunggal, ialah niatnnya.
E.
Al-Quran
dan IPTEK
Al-Quran
mencangkup ilmu umat terdahulu dan umat yang akan datang. Hal ini sebagaimana
telah di difimarkan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya : “dan kami turunkan
kepadamu al-kitab (al-quran) untuk menjelakan segala sesuatu dan petunjuk serta
rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. An-Nahl:
89).
Al-Quran
penuh dengan berbagai ilmu pengetahuan, oleh sebab itu,orang yang ingin
meneliti tentang sastra, sejarah, teknologi, kisah, etika dan sebagainya,
niscaya akan mendapatkan di dalamnya. Akan tetapi bukan menjadi tujuan utama di
turunkannya al-Quran. Perintah utamanya adalah mentaburi serta memikirkanya
makna-makannya, karena al-Quran adalah kitab kitab tujuan. Allah subhanahu wa
Ta’ala berfirman : “( beberapa hari yang di tentukan i8tu ialah bulan Ramadhan,
bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk manusia
dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda antara hak dan
yang batil)”.
1.
Logam Besi
Sebegai Perangkat Teknologi
“Sesunggunya kami telah mengutus
rasul-rasul kami dengan bukti-bukti yang nyata dan kami turunkan bersama merek
kitab dan nerace (keadilan agar manusia dapat berlaku adil. Dan kami
menciptakan besi yang mempunyai kekuatan hebat dan banyak manfaatnya bagi
manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-nya dan
Rasul-rasul-Nya waluupun (Allah) tidak dilihanta. Sesungguhnya Allah Maha Kuat
Maha Perkasa (QS. Al-Hadid: 25).
Ayat
di atas secara tegas mengaitkan antara turunya al-Quran dan turunya besi. Itu
menunukan bahwa antara Al-Quran dan teknologi memiliki hubungan yang erat.
Al-Quran sebagai wahyu memberikan arahan-arahan konseptual, sementara teknologi
adalah aplikasi dari kosep tersebut, sehingga membawa manfaat dan kemaslahatan bagi
manusia dan alam seisinya.
2.
Teknologi Angin
Ø
Teknologi angin
mampu menghasilkan energi pendorong yang amat dahsyat “jika dia menghendaki, dia akan menenangkan
angin, maka jadilah kapal-kapal itu terhenti dipermukaan laut. Sesungguhnya
pada demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan) bagi setiap orang yang
banyak bersabar dan banyak bersyukur” (QS As-Syuura: 33).
Ø
Angin sebagai
teknologi penerapan.
“Dan telah kami tundukan untuk
sulaiman angin yang sangat kencang tiupanya, yang berhebus dengan perintanya
kenegri yang kami telah memberikanya. Dan adalah kami Maha Mengetahui segala
sesuatu. (QS. Yunus 22).
Ø
Teknologi Angin
mampu mengawinkan hujan.
“Dan Dialah yang meniupkan angin
sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmatnya (hujan). Sehingga
apabila angin itu telah membawa awan mendung. Kami halau ke suatu daerah itu,
maka kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam-macam buah-buahan.
Seperti itulah kami membangkitkan orang-orang yang telah mati. Mudah-mudahan
kamu mengambil pelajaran. ( QS. Al-Araaf: 57).
Ø Teknologi
angin membentuk salju
“Tidaklah kamu melihat bahwa Allah
mengarah awan, kemudian mengumpulkan antara bagian-bagian-Nya kemudian
menjadikan bertindih-tindih maka keliatkanlah olehmu hujan keluar dari
cela-celanya. Dan Allah juga menuutkan (butiran-butiran) es dar langit, (yaitu)
dan (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung maka ditimpahkan
(butiran-butiran) e3s itu kepada siapa yang di kehendakinya. Dan palingkanya
dari sipa yang di kehendakinya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan
penglihatan. (QS. An-Nur: 443).
F.
Islam dan IPTEK
Umat islam pernah mengalami masa
kejayaan. Hodgson menyatakan bahwa masa kemajuan islam di dorong oleh ayat yang
berbunyi :” kamu adalah umat yang terbaik yang menyeru kepada kebaikan dan
meninggalkan segala keburukan” (QS. Ali-imran 110). Melalui kemajuan ilmu
pengetahuan ini umat islam pernah mengalami kejayaan beberapa abad pada
masalalu. Ajaran islam pertama kali turun adalah ajaran baca iqro.
Menurut Quraish Shihab ada sekitar
750 ayat Al-Quran yang berbicara tentang alam materi dan fenomenanya. Yang
termasuk katagori teknologi. Teknologi adalah ilmu tentang cara menerapkan
sains untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan mmanusia. Dalam
sejarah islam ilmu pengetahuan mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam waktu
sekitar 5 Abad lebih, bersamaan dengan itu orang barat berada di alam kegelapan
atau kebodohan. Ilmu pengetahuan dalam islam berkembang dengan pesat pada masa Bani
Umayyah dan Bani Abbassiyah. Berkembangnya ilmu pengetahuan ini di dahului
penerjemah buku-buku yunani kedalam bahasa arab yang berpusat di Bayt
al-Hikmah di Baghdad. Ilmu-ilmu yang mencangkup dealam perkembangan ini
adalah ilmu kedokteran, matematika, fisika, mekanika, botanika, optika
astronnomi di samping di samping filsafat dan logika.
G.
Kedudukan Akal, Wahyu, dan Ilmu
Pengetahuan Dalam Islam
Kedudukan antara wahyu dalam
islam sama-sama penting. Karena islam tak akan terlihat sempurna jika
tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat berpengaruh dalam segala
hal dalam islam. Dapat dilihat dalam hukum islam, antar wahyu dan akal ibarat
penyeimbang. Andai ketika hukum islam berbicara yang identik dengan wahyu, maka
akal akan segerah menerima dan mengambil kesimpulan bahwa hal tersebut sesuai
akan suatu tindakan yang terkena hukum tersebut.karena sesungguhnya akal dan
wahyu itu memiliki kesamaan yang diberikan Allah namun kalau wahyu hanya
orang-orang tertentu yang mendapatkanya tanpa seorangpun yang mengetahu, dan
akal adalah hadiah terindah bagi setiap manusia yang diberikan Allah.
Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski
demikian bukan berartiakal diberi kebebasan tanpa batas dalam memahami agama.
Islam memiliki aturan untuk menempatkan akal sebagaimana mestinya.
Bagaimanapun, akal yang sehat akan selalu cocok dengan syariat islam dalam
permasalahan apapun. Dan Wahyu baik berupa Al-qur’an dan Hadits bersumber dari
Allah SWT, pribadi Nabi Muhammad SAW yang menyampaikan wahyu ini, memainkan
peranan yang sangat penting dalam turunnya wahyu. Wahyu mmerupakan perintah
yang berlaku umum atas seluruh umat manusia, tanpamengenal ruang dan waktu,
baik perintah itu disampaikan dalam bentuk umum atau khusus. Apa yang dibawa
oleh wahyu tidak ada yang bertentangan dengan akal, bahkan ia sejalan dengan
prinsip-prinsip akal. Wahyu itu merupakan satu kesatuan yang lengkap, tidak
terpisah-pisah.Wahyu itu menegakkan hukum menurut kategori perbuatan manusia.
baik perintah maupun larangan. Sesungguhnya wahyu yang berupa al-qur’an dan
as-sunnah turun secara berangsur-angsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.
Namun tidak selalu mendukung antara wahyu dan akal, karena
seiring perkembangan zaman akal yang semestinya mempercayai wahyu adalah sebuah
anugrah dari Allah terhadap orang yang terpilih, terkadang mempertanyakan
keaslian wahyu tersebut. Apakah wahyu itu benar dari Allah ataukah hanya
pemikiran seseorang yang beranggapan smua itu wahyu. Seperti pendapat Abu
Jabbar bahwa akal tak dapat mengetahui bahwa upah untuk suatu perbuatan baik
lebih besar dari pada upah yang ditentukan untuk suatu perbuatan baik lain,
demikian pula akal tak mengetahui bahwa hkuman untuk suatu perbuatan buruk
lebih besar dari hukuman untuk suatu perbuatan buruk yang lain. Semua itu hanya
dapat diketahui dengan perantaraan wahyu. Al-Jubbai berkata wahyulah yang menjelaskan
perincian hukuman dan upah yang akan diperoleh manusia di akhirat.
Karena Masalah akal dan wahyu dalam pemikiran kalam sering
dibicarakan dalam konteks, yang manakah diantara kedua akal dan wahyu itu yang
menjadi sumber pengetahuan manusia tentang Tuhan, tentang kewajiban manusia
berterima kasih kepada Tuhan, tentang apa yang baik dan yang buruk, serta
tentang kewajiban menjalankan yang baik dan menghindari yang buruk. Maka para
aliran islam memiliki pendapat sendiri-sendiri antra lain:
1.
Aliran Mu’tazilah sebagai penganut
pemikiran kalam tradisional, berpendapat bahwa akal mmpunyai kemampuan
mengetahui empat konsep tersebut.
2.
Sementara
itu Aliran Maturidiyah Samarkand yang juga
termasuk pemikiran kalam tradisional, mengatakan juga kecuali kewajiban
menjalankan yang baik dan yang buruk akan mempunyai kemampuan mengetahui ketiga
hal tersebut.
3.
Sebaliknya Aliran Asy’ariyah sebagai penganut
pemikiran kalam tradisional juga berpendapat bahwa akal hanya mampu mengetahui
tuhan sedangkan tiga hal lainnya, yakni kewajiban berterima kasih kepada tuhan,
baik dan buruk serta kewajiban melaksanakan yang baik dan menghindari yang
jahat diketahui manusia berdasarkan wahyu.
4.
Sementara itu Aliran Maturidiah Bukhara yang juga digolongkan ke dalam pemikiran kalam tradisional
berpendapat bahwa dua dari keempat hal tersebut yakni mengetahui tuhan dan
mengetahui yang baik dan buruk dapat diketahui dngan akal, sedangkan dua hal
lainnya yakni kewajiaban berterima kasih kepada tuhan serta kewajiban
melaksanakan yang baik serta meninggalkan yang buruk hanya dapat diketahui
dengan wahyu.
Adapun ayat-ayat yang dijadikan dalil oleh paham Maturidiyah
Samarkand dan Mu’tazilah, dan terlebih lagi untuk menguatkan pendapat mereka
adalah surat As - Sajdah, surat Al – Ghosiyah ayat 17 dan surat Al
- A’rof ayat 185. Di samping itu, buku ushul fiqih berbicara
tentang siapa yang menjadi hakim atau pembuat hukum sebelum bi’sah atau nabi
diutus, menjelaskan bahwa Mu’tazilah berpendapat pembuat hukum adalah akal
manusia sendiri. dan untuk memperkuat pendapat mereka dipergunakan dalil
al-Qur’an surat Hud ayat 24.Sementara itu aliran kalam tradisional mngambil
beberapa ayat Al-qur’an sebagai dalil dalam rangka memperkuat pendapat yang
mereka bawa ayat-ayat tersebut adalah ayat 15 surat Al – Isro , ayat 134 Surat
Taha, ayat 164 Surat An – Nisa dan ayat 18 surat Al – Mulk.
Dalam menangani hal tersebut banyak beberapa tokoh dengan
pendapatnya memaparkan hal-hal yang berhubungan antara wahyu dan akal.
Seperti Harun Nasution menggugat masalah dalam berfikir yang dinilainya
sebagai kemunduran umat islam dalam sejarah. Menurut beliau yang diperlukan
adalah suatu upaya untuk merasionalisasi pemahaman umat islam yang dinilai
dogmatis tersebut, yang menyebabkan kemunduran umat islam karena kurang
mengoptimalkan potensi akal yang dimiliki. bagi Harun Nasution agama dan
wahyu pada hakikatnya hanya dasar saja dan tugas akal yang akan menjelaskan dan
memahami agama tersebut.
Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Islam
1.
Kewajiban Menuntut Ilmu
Manusia diciptakan lebih sempurna
dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah yang lain. Kesempurnaan manusia
dibandingkan dengan makhluk lainnya tersebut adalah dengan dengan pemberian
akal pikiran dalam penciptaannya. Akal inilah yang dapat membedakan manusia
dari makhluk lainnya.
Dengan akal itu Allah SWT telah
memuliakan manusia, mengangkat derajatnya dengan derajat yang tinggi. Akal
adalah alat untuk berpikir, Allah SWT menjadikan akal sebagai sumber tempat
bermula dan dasar dari ilmu pengetahuan. Imam Ghazali mengatakan sebagaimana
dikutip oleh Wahbah Az-Zuhaili, penyebutan kata yang terkait dengan
“al-‘aqlu” dalam Al-Qur’an sedikitnya ada lima puluh kali dan penyebutan
‘Uulin-nuhaa’ sebanyak dua kali.
Allah SWT berfirman dalam S. Al-Jastiyah ayat 3-5:
ان
في السموات والارض لايات للمؤمنين(3) وفي خلقكم ومايبث من دابة ايات لقوم
يوقنون(4) واختلاف اليل والنهار وماانزل الله من السماء من رزق فاحيابه الارض بعد
موتها وتصريف الرياح ايات لقوم يعقلون (5)
Artinya: Sesungguhnya pada langit dan bumi
benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang
beriman. Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang melata yang
bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum
yang meyakini. Dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan
Allah dari langit lalu dihidupkan-Nya dengan air hujan itu bumi sesudah
matinya; dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kekuasaan Allah)
bagi kaum yang berakal.
Di dalam ayat tersebut dijelaskan
bahwa dalam setiap ciptaan Allah terdapat ilmu pengetahuan yang akan
menunjukkan tanda-tanda Kebesaran Allah kepada manusia. Untuk menggali dan
mendapatkan pengetahuan itu manusia harus menggunakan akal pikiran yang telah
dianugerahkan kepadanya. Dalam hal ini wahyu dan akal saling mendukung dan
melengkapi untuk mendapatkan tanda-tanda Kekuasaan Allah.
Agama Islam datang dengan memuliakan
sekaligus mengaktifkan kerja akal serta menuntutnya kearah pemikiran Islam
yang rahmatun lil’alamin. Manusia harus dapat menggunakan
kecerdasan yang dimilikinya untuk kesejahteraan hidupnya baik di dunia
maupun di akhirat.
Akal sebagai dasar dari ilmu
pengetahuan memberikan kemampuan kepada manusia untuk membedakan antara yang
baik dan yang buruk dan dapat memberikan argumen tentang kepercayaan dan
keberagamaannya. Dengan kemampuan akal untuk berpikir ini manusia mampu
menentukan pilihan yang terbaik untuk dirinya dan agamanya.
Islam juga meluaskan cakrawala
manusia mengenai potensi intelektual, psikologis dan unsur-unsur penting
penghidupan lainnya. Islam mengajarkan manusia untuk menggunakan kemampuan
berpikirnya untuk menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Dengan
menggunakan akal yang dimilikinya manusia dapat memperoleh ilmu pengetahuan.
Manusia harus terus menimba ilmu
karena ilmu terus berkembang mengikuti zaman. Apabila manusia tidak mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan, niscaya pandangannya akan sempit yang berakibat
lemahnya daya juang menghadapi jalan kehidupan yang cepat ini.
Salah satu ciri yang membedakan
Islam dengan yang lainnya adalah penekananya terhadap Ilmu (sains). Al-Qur’an
dan al-Sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu
dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat
yang tinggi. Allah SWT telah menjanjikan derajat yang tinggi bagi orang-orang
yang beriman dan berilmu pengetahuan.
Allah SWT berfirman:
واذا قيل انشزوا فانشزوا يرفع الله
الذين امنوا منكم والذين اوتواالعلم درجات
“Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu” maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (al-Mujadalah 11).
Menurut al-Maraghi, tafsir
dari ayat ini adalah bahwa Allah meninggikan orang-orang yang mukmin dengan
mengikuti perintah-Nya dan perintah Rosul, khususnya orang-orang yang berilmu
di antara mereka beberapa derajat yang banyak dalam hal pahala dan tingkat
keridlaan. Ayat tersebut menunjukkan betapa Allah SWT sangat memuliakan
orang-orang yang berilmu pengetahuan. Ayat tersebut juga memberikan gambaran
kepada manusia mengenai kedudukan ilmu pengetahuan, sebagai bekal baik dalam
kehidupan di dunia maupun di akhirat. Ada sebuah ungkapan terkenal mengenai
bagaimana orang harus menuntut Ilmu;“Tuntutlah ilmu sekalipun di negeri
Cina”. (HR. Ibnu ‘Adiy dan Al-Baihaqi).
Maksud dari ungkapan tersebut
adalah; bahwa ilmu harus dicari dan dikejar walaupun berada di negeri yang
sangat jauh sekalipun. Ungkapan tersebut menunjukkan betapa penting dan
utamanya kegiatan Talab al-‘ilm, hingga harus dilakukan walau
dengan perjalanan ke negeri yang sangat jauh sekalipun. Kata “negeri Cina” di
atas hanya sebagai perumpamaan negeri yang sangat jauh, karena negeri Cina
adalah negeri yang sangat jauh bagi umat Islam yang berada di Timur Tengah pada
waktu itu. Jadi seandainya sekarang negeri yang perekembangan ilmu
pengetahuannya paling maju, berada di belahan bumi bagian barat maka kesana
pula kita harus mengejar ilmu itu.
Rasulullah menegaskan dengan sabda beliau:
طلب العلم فريضة على كل مسلم (رواه ابن ماجه)
“Menuntut ilmu itu adalah suatu kewajiban bagi setiap
orang Islam”. )HR. Ibnu Majjah).
Jelaslah dari sabda Rasul tesebut
bahwasanya menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim, tanpa
membedakan laki-laki ataupun perempuan. Begitu pentingnya ilmu pengetahuan bagi
manusia, karena orang beribadah kepada Allah juga harus dengan ilmu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peran Islam dalam perkembangan iptek adalah bahwa Syariah Islam harus
dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah
islam) wajib dijadikan tolok ukur dan pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga
bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan adalah yang telah dihalalkan
oleh syariah islam. Sedangkan Iptek yang tidak boleh dimanfaatkan adalah yang
telah diharamkan. Akhlak yang baik muncul dari keimanan dan ketakwaan kepada
Allah SWT sumber segala kebaikan, Keindahan, dan Kemuliaan. Sedangkan, seni sendiri dalam bahasa
Sanskerta, kata seni disebut cilpa. Sebagai kata sifat, cilpa berarti berwarna,
dan kata jadiannya su-cilpa berarti dilengkapi dengan bentuk-bentuk yang indak
atau dihiasi dengan indah. Sebagai kata benda ia berarti pewarnaan, yang
kemudian berkembang menjadi segala macam kekriaan yang artistik. Cilpacastra
adalah buku atau pedoman bagi para cilpin, yaitu tukang, termasuk didalamnya
apa yang sekarang disebut seniman.
Disebutkan dalam hadist, bahwasanya ilmu yang wajib dicari seorang muslim
ada 3, sedangkan yang lainnya akan menjadi fadhlun (keutamaan). Ketiga ilmu
tersebut adalah ayatun muhkamatun (ayat-ayat Al-Qur’an yang menghukumi),
sunnatun qoimatun (sunnah dari Al-hadist yang menegakkan) dan faridhotun adilah
(ilmu bagi waris atau ilmu faroidh yang adil). Sedangkan, orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi
dan mulia di sisi Allah dan masyarakat. Al-Quran menggelari golongan ini dengan
berbagai gelaran mulia dan terhormat yang menggambarkan kemuliaan dan
ketinggian kedudukan mereka di sisi Allah SWT dan makhluk-Nya. Mereka digelari
sebagai “al-Raasikhun fil Ilm” (Al Imran : 7), “Ulul
al-Ilmi” (Al Imran : 18), “Ulul al-Bab” (Al Imran :
190), “al-Basir” dan “as-Sami' “ (Hud :
24), “al-A'limun” (al-A'nkabut : 43),“al-Ulama” (Fatir
: 28), “al-Ahya' “ (Fatir : 35) dan berbagai nama baik dan gelar
mulia lain.
Kedudukan antara wahyu dalam
islam sama-sama penting. Karena islam tak akan terlihat sempurna jika
tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat berpengaruh dalam segala
hal dalam islam. Dapat dilihat dalam hukum islam, antar wahyu dan akal ibarat
penyeimbang. Andai ketika hukum islam berbicara yang identik dengan wahyu, maka
akal akan segerah menerima dan mengambil kesimpulan bahwa hal tersebut sesuai
akan suatu tindakan yang terkena hukum tersebut.karena sesungguhnya akal dan
wahyu itu memiliki kesamaan yang diberikan Allah namun kalau wahyu hanya
orang-orang tertentu yang mendapatkanya tanpa seorangpun yang mengetahu, dan
akal adalah hadiah terindah bagi setiap manusia yang diberikan Allah.
DAFTAR
PUSTAKA
Alim, Akhmad. 2014. Sains dan Teknologi Islami. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Djunaedi, Wawan. 2006. Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Atas Kelas XII. Jakarta:
PT. Listafariska Putra.
Fakultas Teknik UMJ Jakarta. 1998. Al-Islam dan Iptek. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Hadi, Y Sumandiyo. 2006. Seni Dalam Ritual Agama. Yogyakarta: PUSTAKA.
Indra, Hasbi. 2005. Pendidikan Islam Melawan Globalisasi. Jakarta: Ridamulia.